suaranurani.com | SIDOARJO – Ketahanan pangan merujuk pada kemampuan negara untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup bagi penduduknya. Hal ini melibatkan produksi, distribusi, dan akses masyarakat terhadap pangan yang berkualitas. Beberapa faktor yang memengaruhi ketahanan pangan di Indonesia meliputi produktivitas pertanian, kebijakan pangan, stabilitas harga pangan, akses terhadap pangan, serta ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana alam.
Saat ini, pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui program-program pengembangan pertanian, kebijakan distribusi pangan, serta upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan.
Padi merupakan komoditas utama pertanian di Indonesia. Tanaman padi memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia dan sebagai sumber penghidupan bagi petani di berbagai wilayah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas padi di Indonesia sebesar 5,26 ton per hektar di tahun 2023. Angka ini tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun 2018 yang sebesar 5,20 ton per hektar. Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya adopsi teknologi dan inovasi, infrastruktur pertanian yang kurang mendukung, keterbatasan akses terhadap pupuk dan perlindungan tanaman, perubahan iklim dan bencana alam, serta serangan hama penyakit.
Hal ini pula yang terjadi di lahan seluas 17 hektar yang berada di Desa Kedungrawan, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo. Selama lebih dari 10 tahun lahan ini tidak digarap karena banjir serta tingginya serangan hama dan penyakit, termasuk tikus dan berbagai jenis gulma yang tumbuh. Akibatnya petani mengalami kerugian karena kehilangan produksi pertanian, pendapatan, dan kesempatan kerja. Untuk membangkitkan lahan tidur tersebut petani membutuhkan investasi yang cukup besar. Investasi ini tidak hanya berupa finansial, tetapi juga teknologi dan pengetahuan terkait praktik pertanian yang baik.
Melihat tantangan tersebut, Wilmar membentuk Farmer Engagement Program (FEP) di mana Syngenta turut bekerja sama untuk mengubah lahan tidur tersebut menjadi lahan produktif. Wilmar berperan sebagai inisiator dan pemasok pupuk. Sementara Syngenta berkontribusi dengan menyediakan protokol perlindungan untuk tanaman padi. Program FEP ini bertujuan mengembalikan produktivitas lahan sawah tersebut sehingga petani termotivasi dan terdorong untuk menanam kembali. Dengan begitu, maka pendapatan petani juga akan meningkatkan.
“Pertanian memiliki banyak tantangan seperti ketersediaan air, kesehatan tanah, hama dan
penyakit. Dengan solusi inovatif dan berkualitas Syngenta, saya bangga dengan para petani di Sidoarjo yang mengubah lahan tidak produktif mereka sehingga menghasilkan panen yang melimpah di musim ini. Kami siap bergandengan tangan dengan petani untuk menyelesaikan tantangan dan kami menyadari bahwa petani adalah pahlawan sejati bagi bangsa,” ujar Kazim Hasnain, Presiden Direktur Syngenta Indonesia.
Wilmar melalui FEP memberikan dukungan penuh untuk biaya produksi selama tiga musim tanam termasuk mekanisasi, pasokan input pertanian (benih dan pupuk), serta tenaga kerja untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut.
Kolaborasi antara Syngenta dan Wilmar ini telah berhasil mengubah lahan seluas 6 hektar menjadi lahan pertanian padi yang produktif. Sebelumnya petani hanya mampu menghasilkan 1,5 ton per hektar di musim tanam pertama. Namun, setelah didampingi oleh Syngenta dan Wilmar, hasil panen petani meningkat menjadi 6 ton per hektar di musim tanam kedua. Ini merupakan sebuah peningkatan hasil panen yang sangat signifikan dan luar biasa.
“Keberhasilan ini tentunya didukung oleh pendampingan teknis dari sisi budidaya melalui aplikasi pemupukan berimbang oleh tim pupuk Mahkota dan pengendalian hama penyakit oleh tim Syngenta,” jelas Saronto Soebagio, Presiden Direktur PT Wilmar Padi Indonesia.
“Melalui FEP, kami juga berupaya memberikan kontribusi bagi negara dengan cara meningkatkan produktivitas sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani sehingga ketahanan pangan nasional dapat tercapai,” pungkasnya.
Syngenta berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui
penyediaan akses ke input pertanian melalui kemitraan. Selain itu, Syngenta membuka akses petani terhadap pengetahuan agronomi dengan membangun pusat belajar (learning center) di seluruh Indonesia. Saat ini, Syngenta memiliki 11 Learning Development Center untuk perlindungan tanaman dan 12 Syngenta Learning Center untuk benih jagung.(ara)